March 21, 2011

Hidup Itu Pilihan #2

Berangkat pagi buta, menikmati indahnya kemacetan, menemui--hampir setiap hari--halte Transjakarta di harmoni yang selalu penuh sesak, pulang bersama langit kelam dan setumpuk orang dalam bus, memberikan waktu yang banyak bagi Saya untuk terbuai dalam lamunan dan mengingatkan Saya dengan sebuah pilihan lagi.

Jalanan pulang pergi yang sama setiap hari dan selalu melewati jalan "itu" membuat Saya kesal dengan pilihan yang telah dibuat. Kesal bukan menyesal.

Melewati daerah bilangan kedoya membuat hati Saya selalu mencelos, apalagi melihat tulisan "itu" selalu terpampang di mana-mana. Tempat "itu" adalah tempat yang sudah saya tidak pilih, jalan "itu" mungkin saja sudah tidak akan pernah Saya injak lagi.

Saat "itu" berawal saat Saya mendapatkan dua tawaran interview pekerjaan, cukup sulit bagi Saya untuk memilihnya, karena dua-duanya menggiurkan. Yang satu baru interview tahap pertama di majalah remaja wanita dan yang satu lagi (Saya pikir) adalah lanjutan interview tahap ke-3. Saya menimbang-nimbang mana yang akan saya datangi. Di tempat yang ke-2 sudah interview tahap ke-3, Saya pikir peluangnya akan lebih besar daripada yang baru tahap pertama. Namun di tempat pertama itu, pasti kerjanya akan mengasikkan, majalah wanita, repoter-nya juga rata-rata wanita muda. Berita yang ditulis juga lebih ceria daripada harus menulis berita untuk koran

Hampir seharian saya memikirkannya, lalu malam pun menggantikan siang, dan pilihan sudah dibuat, Saya akan mendatangi tempat "itu" saja, peluang yang lebih besar pun menjadi pertimbangan. Namun saat Saya menjalani proses interview, perasaan kecewa melanda hati ini, ternyata saya menjalani proses tes dari awal lagi. Menulis berita feature dan translate berita dari AFP (Agency France-Press), hal ini dikarenakan ternyata posisi yang dilamar berbeda, sama-sama menjadi reporter tapi hanya untuk satu wilayah saja.
Share:

March 11, 2011

Hidup Itu Pilihan #1

Seseorang sering sekali berkata pada saya bahwa hidup itu adalah pilihan. Setiap saat ia selalu mengatakannya, sampai-sampai saya bosan mendengarnya, karena terkadang atau bisa dibilang sering kali, saya tidak menjadi pilihannya. Haha, ya tentu saja saya tidak bisa terus-terusan menjadi pilihan bagi seseorang. Hidup itu adil, sudah ada bagiannya masing-masing untuk setiap orang.

Pilihan hidup itu banyak macamnya. Memilih untuk ke jalan yang benar atau salah, memilih untuk menjadi seseorang atau hanya bayangan dari seseorang, memilih untuk mendapatkan surga atau neraka, dan juga memilih untuk menjalani hidup atau bertemu kematian.

Memilih berarti menentukan jalan hidup, sekecil apapun pilihan kita tetap saja itu merupakan jejak-jejak bersejarah dari kehidupan. Pilihan kita saat ini adalah bayangan dari masa depan kita.

Kadang kala mudah sekali bagi saya untuk memilih, tanpa berpikir panjang dan kemudian menyesal di akhir. Memilih tidaklah mudah bagi semua orang, menentukan pilihan itu seharusnya dilakukan dengan pikiran panjang, agar menghasilkan sesuatu yang baik juga dan tidak perlu ada rasa penyesalan. Menyesal itu tidaklah indah, karena selalu dirasakan di akhir dan susah sekali untuk mengembalikannnya. Ingat waktu tidak bisa diputar!

Saya sering kali dihadapi oleh pilihan-pilihan yang sulit, terakhir kali adalah pilihan untuk menentukan pekerjaan. Saat itu saya adalah seorang fresh graduate yang sedang mendalami ilmu jurnalistik selama empat tahun di bangku kuliah, selama itu juga saya merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi pekerja lapangan. Namun tantangannya itu yang tidak bisa saya jauhkan, saya suka tantangan, saya suka alam bebas, tetapi saya memiliki sebuah penyakit yang saya sebut penyakit mental.
Share: