June 15, 2017

Jakarta Chaos -Part 2-

Tulisan ini adalah sambungan dari cerita sebelumnya, refresh dulu yuk click me!


Seketika Ia terjerembab ke depan dan kepalanya membentur sesuatu yang keras. Tangannya meraba-raba dalam kegelapan mencari pegangan untuk berdiri. Di pelipis kirinya Ia merasakan cairan hangat mengalir perlahan sampai ke pipinya. Ia hanya berusaha untuk segera berdiri karena panik dengan apa yang baru terjadi. Ia masih belum tau benar apa sebenarnya yang sedang terjadi, tidak lama kemudian lampu darurat dalam bus menyala.

Penumpang lain yang terjatuh-pun banyak yang sudah bisa berdiri lagi. Keadaan panik mulai terjadi di dalam bus Trans, lalu Alinka mencoba membantu si bapak teman seperjalanannya untuk berdiri. Tak lama kemudian tercium bau asap dari bagian belakang Trans, penumpang pun semakin panik. Mereka takut mesin bus Trans terbakar, akhirnya para penumpang mulai berteriak. Mereka meminta pintu segera dibuka agar bisa keluar dari dalam Trans. Kondektur mencoba menenangkan penumpang yang panik dan lampu dalam bus kembali menyala normal, diiringi dengan suara mesin bus yang menyala kembali. 

Ternyata ledakan yang terdengar adalah suara dari ban Trans yang bocor dan sang supir tidak bisa mengendalikan bus karena kaget sehingga Ia menabrak pembatas jalan. Dan bau asap yang menyerupai bau karet terbakar adalah hasil dari letusan ban yang bocor. Kondektur pun memberitahu kepada penumpang bahwa mereka akan dipindahkan ke bus yang ada di belakang karena bus yang mereka tumpangi sudah jelas tidak bisa melanjutkan perjalanan. 

Alinka lalu berpikir “wah kalau dipindahkan pasti bakal lama karena Trans belakang pasti penuh jg.” Ia pun berpikir untuk turun saja dari bus dan naik kendaraan lain, karena dia sudah cukup lelah dan kepalanya sedikit pusing setelah membentur sesuatu tadi. Banyak penumpang lain minta diturunkan saja walau sebenarnya tidak diperbolehkan dengan peraturan TransJakarta tetapi karena keadaan sedang darurat akhirnya kondektur dan supir membolehkan penumpang untuk turun dari bus.

Saat sedang berpikir akan bagaimana cara agar Ia bisa segera pulang, ada seseorang menepuk pundak Alinka. “Mba, maaf itu kepalanya berdarah. Ini coba pakai ini, bersih kok.” Seorang pemuda sembari menyerahkan handuk kecil seukuran sapu tangan. “Hah? Masa?” tanya Alinka, lalu Ia meraba pelipis yang ditunjuk pemuda itu. Benar saja ada cairan merah di jari-jarinya yang meraba-raba pelipisnya. Ia sedikit panik. “Tapi kayanya sudah berhenti pendarahannya, tapi ambil aja ini mba buat bersihkan sementara.” Kata si pemuda sambil memberikan handuk kecil tersebut. Alinka masih bingung, Ia baru merasakan rasa sakit di luka tersebut serta denyutan keras di kepalanya karena sakit tersebut. Ia pun menerima pemberian pemuda tersebut lalu segera membersihkan noda darah di mukanya. “Mending kamu turun aja terus obatin lukanya ya.” Si bapak memberikan saran. Si pemuda pun mengiyakan saran si bapak.

Tanpa pikir panjang Alinka pun turun dari bus mengikuti penumpang lainnya setelah berterima kasih ke si bapak dan si pemuda. Ia turun melalui pintu depan lalu segera menyebrang ke trotoar. Jalanan saat itu sudah sangat macet parah sehingga dengan mudah Ia melangkah dari jalur TransJ ke trotoar. Hujan masih setia menemani malam yang melelahkan ini. Lalu kembali ada yang menepuk pundak Alinka lagi, ternyata pemuda yang tadi. “Mbak, saya punya plester luka nih kalau mau buat sementara, mau gak?” ujarnya. Alinka mengangguk saja lalu si pemuda merogoh tas ranselnya mencari plester luka. Lalu Ia memberikan kepada Alinka, dan ia bertanya “mau saya yang pasangin gak mba? Kan kalau pasang sendiri gak tahu letak lukanya dimana?” Alinka pun kembali hanya mengangguk saja. Dia hanya pasrah diberi bantuan oleh orang asing. Selesai memakaikan plester ke Alinka pemuda itu bertanya lagi “rumahnya dimana mbak?” “Di Ciputat, mas dimana?” Alinka balik bertanya sekedar basa basi. “wah searah dong, saya di Lebak Bulus mbak.” jawab pemuda itu cepat.”Terus sekarang pulangnya mau gimana mbak? Kata teman-teman saya macet dimana-mana soalnya ada pohon tumbang di banyak tempat terus ada yang kebanjiran juga.” lanjut si pemuda tsb. “Waduh, yang bener mas? Yah gimana dong? Mas sendiri pulangnya gimana?” tanya balik Alinka. “Nah saya juga msh bingung, ini lagi nunggu jawaban teman saya yang naik kereta, semoga aja kereta lancar ya. Kalau naik kereta saya niat turun di stasiun Pondok Ranji terus nginep di rumah kakak Saya dekat situ.” jawab si pemuda.

“Ooh naik kereta ya, boleh jg sih tapi saya ga ngerti naik kereta mas.” balas Alinka. “Kalau mau bareng saya aja mba, nanti dari Stasiun Pdk Ranji naik ojek aja ya, nih teman saya sudah balas katanya kereta aman. Nah sekarang Saya mau ke Stasiun T. Abang, tapi dari sini ke stasiunnya saya bingung naik apa?” si pemuda berkata. “Kalau naik ojek berapa lama mas?”tanya Alinka. “hhhmm sekitar 20 menitan mba kalau ga macet.” Sahut si pemuda. “Tuh ada minimarket mbak, mending bersihin lukanya dulu sembari mikir pulangnya gimana” lanjut si pemuda. Alinka hanya mengangguk saja, dia sedang bingung dan tidak bisa berpikir karena rasa sakit dan lelahnya. Alinka disuruh duduk di salah satu meja di luar minimarket sedangkan si pemuda masuk ke dalam minimarket tsb. 

Setelah beberapa menit si pemuda membawakan sebuah plastik berisi plester dan obat luka beserta dua paper cup berisikan hot chocolate. “nih mbak diminum dulu biar tenang sedikit.” Kata si pemuda. Lalu dia membuka kemasan obat luka dan menawarkan untuk membantu membersihkan luka Alinka, namun ia menolaknya tapi akhirnya mau karena merasa kesulitan mengobati luka sendiri tanpa menggunakan cermin. “Mas, makasih banyak lhoh, Saya sampai lupa bilang, sudah bantu saya dari pas di Trans sampai sekarang. Maaf ngerepotin banget, oya nama mas siapa ya?” tukas Alinka tiba-tiba. “iya gak apa-apa mbak, saya ikhlas kok, apalagi ceweknya cantik kaya mba, nama saya Sakhi mba, boleh tau nama mba?” balas Sakhi sembari tertawa pelan “oooh nama saya Alinka mas.” Jawab Alinka lugas.

Mereka mengobrol sembari mencari solusi agar bisa pulang ke rumah masing-masing. Mereka pun memutuskan pulang menggunakan taksi bersama, karena jika m
enggunakan kereta pasti padat penumpang jam segini. Mereka pun segera mencari taksi dan langsung dapat. Di perjalanan mereka saling berbicara mengenai kegiatan sehari-hari, Alinka tidak merasa canggung lagi karena dia percaya Sakhi pemuda yang baik. Di perjalanan Alinka beberapa kali tertidur karena kelelahan, Sakhi juga sebetulnya mengantuk tapi dia tetap terjaga agar supir taksinya tidak salah arah. Alinka sempat memberitahu dimana rumahnya lalu Sakhi memutuskan mengantarnya terlebih dahulu walau lokasi rumahnya mengharuskan dia untuk turun duluan dibanding lokasi rumah Alinka. Dia merasa Alinka sudah tidak ada tenaga buat menunjukkan arah jalan rumahnya. Walaupun pemuda ini juga tidak tahu persis lokasi rumah Alinka.

Ketika sampai di jalan rumah Alinka, Sakhi membangukan Alinka untuk menunjukkan dimana lokasi persis rumahnya. Akhirnya Alinka sampai di depan rumah itu, ia berkali-kali mengucapkan terima kasih ke Sakhi. Membuat pemuda itu jadi tidak enak hati takut niat baiknya disangka memanfaatkan keadaan. “lain kali boleh saya mampir ke sini mba? Celetuk Sakhi. Alinka hanya tersenyum tipis dan melambaikan tangannya serta berjalan menuju ke rumahnya tanpa pernah menoleh ke belakang. Sakhi pun merasa ini terkahir kalinya ia melihat rumah tersebut atau gadis itu. Padahal Ia berharap bisa ke rumah itu lagi suatu saat untuk menemui Alinka.

Perjalan malam ini menghabiskan waktu hampir tiga jam untuk tiba di rumah Alinka, sebuah perjalanan waktu yang luar biasa pada malam itu, Jakarta benar-benar chaos sekali. Alinka pun langsung tertidur lelap, berharap besok pagi Jakarta lebih bersahabat.

P








S:Penulis:
.:RR:.


Share:

Cerita Pembuatan e-KTP yang Hilang

Tanggal 01 Juni 2017 untuk pertama kalinya dalam hidup gw kehilangan sebuah benda, benda itu adalah benda berharga yang berisikan kartu-kartu penting, dompet! Alhamdulillah gw seumur-umur belum pernah kecopetan, dijambret, kehilangan handphone dsb. Tetapi di awal bulan Ramadhan gw harus ikhlas dapat cobaan seperti ini. Gak perlu gw ceritain kronologis kehilangan dompet nya ya, karena yang menjadi sorotan gw di sini adalah tentang e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk-elektronik.


Setelah membuat Surat Keterangan Kehilangan di Polres Kelapa Gading, esoknya gw mulai berurusan dengan bank-bank terlebih dahulu untuk membuat kartu debit. Lalu minggu depannya baru berencana mengurus e-KTP. Gw agak malas urus e-KTP karena kelurahannya jauh, rumah gw di Tangsel tapi e-KTP gw terdaftar sebagai warga Jakpus, kebetulan di sana ada rumah almh. nenek. Akhirnya diputuskan Senin pagi sehabis sahur gw mau langsung jalan ke Bendungan Hilir. Lucky me! papa mau nganterin karena sekalian beliau mau check-up di RSAL Mintohardjo.

Pertama gw ke rumah ketua RT yang posisinya dekat banget dengan rumah nenek, dimana rumah nenek gw itu hanya bisa gw pandangi dari jauh. Ketemu lah dengan pak RT yang sebelumnya sudah gw hubungi untuk membuat janji dan maksud kedatangan. Pak RT nya ramah dan cukup membantu, Sebelumnya ada percakapan gw dengan papa mengenai memberikan tips sebagai rasa terima kasih ke pak RT. Gw sih tadinya gak mau karena gw pikir itu bagian dari pekerjannya, tetapi kata Papa, pak RT itu gak digaji. Hoo oke lah gw kasih kalau begitu, lagian juga gak seberapa. Beda kasusnya saat mengurus SKK di polres, gw udh mengingatkan temen gw untuk jangan memberikan uang tips sama sekali, karena itu adalah bagian dari pekerjaannya. Tetapi tetep lah temen gw memberikan tips, mana gede banget, gw jadi emosi seketika, secara itu ga etis buat gw pribadi. Tau sendiri kan kalo ngurus SKK polisi tuh suka lama (pengalaman gw-gatau kalau polisi lain) lama ngetiknya, nanya-nanya nya (oke lah kalau nanya-nanya lama gpp) tapi kan mereka suka banget salah-salah ketik gitu, Udah memberikan tips gede tapi cuma dikasih 1 SKK berlegalisir dan tampaknya gw harus balik lagi ke sana untuk meminta SKK legalisir guna keperluan mengurus kartu lain  yang hilang.


Setelah dari pak RT gw langsung ke Kelurahan, karena memang diinfokan tidak perlu tandatangan ketua RW lagi. Pak RT menginfokan kelurahan buka jam 08.00 tetapi ternyata dari jam 07.30 sudah buka dan sudah ada petugas yang bekerja, juga ada pasukan orange yang sedang apel pagi. Gw ditemui oleh seorang petugas pria dan langsung menanyakan kok gak ditandatangani ketua RW, gw jawab karena instruksi dari pak RT adalah langsung saja ke kelurahan. Lalu beliau membalas dengan 'lhoooh kok pak RT gak tau kalo harus ke RW dulu, nanti saya tegur deh". Gw timpali dengan "ya mungkin pak RW nya masih ngantuk pak abis sahur belum tidur. hehe" Jadilah bapak itu melihat Kartu Keluarga gw dan mulai deh nanya-nanya gak penting, seperti "lhoooh udh lulus kuliah saya pikir masih anak kuliahan" "lhoooh kok belum kawin, cakep2 gini, udah umurnya tuh" "hooo lahirnya jauh yaaa" zz gw tanggepin dengan cengar cengir kuda aja. Intinya si bapak itu menjelaskan gw harus ke rumah ketua RW dulu dan gw gatau rumahnya dimana, namun berkat kehebatan kang Uber Motor sampai lah gw di rumah RW.






Sampai di sana rumahnya sepi, ada nenek dengan rambut beruban keluar dan gak tau dimana pak RW, entah lagi tidur atau sedang keluar katanya. Kata nenek itu dititipin aja dokumen yang mau ditandatangan, gw menolak, yang ada dokumen gw bisa ilang nanti, gw tanya aja memangnya tidak bisa diwakilkan oleh yang lain. Beliau menyarankan kalau gw sebaiknya ke rumah sekretarisnya saja di gang sebelah, saat itu gw lagi puasa, udah lemes bgt sih sebenernya, tetapi untung cuaca tidak terlalu panas. Gw jalan ke rumah sekretaris dan langsung ketemu beliau dan kami kembali lagi ke rumah pak RW dan langsung dieksekusi surat gw. Dalem hati gw mendesah emang gak bisa ditelfon aja apa biar gw gak mondar mandir. Lelah bang lelah, ngurus ginian sendiri baru pertama kali, biasanya diurusin, seketika gw jadi merasa lebih dewasa bisa ngurus perintilan begini, secara bisa ditemenin mama kalo begini. haha. Bapak sekretaris itu cukup baik untuk mengingatkan gw agar mengcopy dulu semua berkas.





Kembali lagi gw ke kantor kelurahan, ketemu bapak yang tadi dan berkas gw diambil. Berkas-berkas itu terdiri dari:

1. SKK asli dari polres/polsek

2. Fotocopy Kartu Keluarga

3. Surat pengantar RT dan jangan lupa wajib ditandatangani RW

4. Fotocopy e-KTP lama


KTP lama gw sudah yang elektronik tetapi masih ada tulisan masa berlaku, walaupun secara sistem sudah tercatat dengan berlaku seumur hidup, jadi memang baiknya sekalian diganti kata petugas. Tetapi permasalahannya seperti yang sudah kita ketahui, ada kasus korupsi pada penyediaan blanko e-KTP yang sekarang tersangkanya masih dalam masa persidangan. Jadi akan memakan waktu untuk proses nya, untuk sementara akan dibuatkan resi e-KTP. Gw bertanya kapan jadinya e-KTP, apakah akhir tahun ini? kata petugas diusahakan bulan Agustus karena blanko nya sedang proses cetak. Heran masih aja ya ada koruptor udah tahun 2017, masih aja mau makan yang bukan hak-nya, akhirnya kepentingan bersama jadi terganggu. Dan KTP gw sekarang dari HVS -____-

Setelah berkas gw di bawa ke dalam, lalu menunggu beberapa saat dan gw dipanggil untuk tanda tangan, tidak perlu foto lagi, padahal gw ngarepnya bisa foto supaya update aja gitu. Ternyata yang mengecewakan resi nya itu tidak bisa langsung diambil, harus diambil besok jam 07.00. Gw udah khusus cuti kerja hari ini buat mengurus e-KTP, ya kali besok gw harus ke sini lagi buat ambil resi doang. Gw gak ngerti apa susahnya itu resi langsung dicetak. Gw putuskan untuk diwakili kakak gw aja mengenai pengambilan resi, karena kebetulan kantor kakak dekat daerah benhil.

Begitulah proses pembuatan e-KTP sudah tidak terlalu ribet seperti dulu, tapi apa gunanya elektronik-nya ya? elektronik itu bukannya untuk mempermudah warga dengan sistem data online dsb. Di sini kita masih harus mondar mandi menghadapi birokrasi.


INDONESIA AYO MAJU!!



Share: