February 2, 2012

Perjalanan ke-23

Bertepatan dengan 23 tahun aku menikmati indahnya dunia, warga tionghoa juga merayakan tahun baru mereka yang mungkin saja juga indah. Tahun baru imlek atau juga bisa disebut gong xi fat choi. Pada tahun 2012 perayaan mereka sudah berlangsung sejak tanggal 22 Januari, meskipun tanggal merah di kalender nasional jatuh pada tanggal 23 Januari.

Kami pergi berlima ke daerah Tangerang, tepatnya ke Vihara Tanjung Kait, Mauk. Namun karena hari masih siang dan vihara juga sepi, mungkin karena letaknya bukan di tengah kota, kami memutuskan untuk pergi ke Pantai dekat sana. Sesampainya di pantai itu, teman Saya pun kaget karena yang ada di pikirannya adalah sebuah pantai dengan hamparan pasir putih, ternyata itu adalah pantai untuk para nelayan berlabuh. Pantainya bukan untuk turis, tidal terlalu bersih tetapi cukup memanjakan mata.





Setelah itu kami memutuskan untuk makan siang, tentunya pilihan kami jatuh pada seafood. Saya pikir seafood itu fresh dari Pantai Tanjung Kait, ternyata tetap dikirim dari Muara Angke. Enak sih memang makan udang yang besar-besar tetapi sayang pengelohan memasaknya tidak terlau sempurna. Bumbunya kurang meresap dan udangnya tidak dibersihkan, untung Saya tidak sampai gatal-gatal parah.



Oya, satu lagi nih kasihan out of frame:p



Selesai makan dan hati pun senang kebetulan sekali ada perahu nelayan yang akan berlabuh, tampaknya habis menangkap kepiting kecil dari pulau seribu. Nelayan itu menggunakan perahu sangat sederhana dengan benedera Indonesia berkibar gagah di atasnya. Pemasangan bendera itu memang perlu karena mereka akan berlayar dan kalau mereka berlayar sampai melewati perbatasan laut internasional, maka bendera itu akan jadi pertanda.





Setelah shalat dzuhur, akhirnya kami balik ke rencana semula untuk memotret prosesi imlek, namun masih saja tidak ada yang sembahyang di Vihara tersebut. Padahal hiasan dan sajian imlek sudah lengkap semua, mungkin mereka lebih banyak ke vihara di daerah kota, padahal tahun lalu vihara ini sudah ramai sejak siang.

Imlek memang identik dengan warna merah, api, lilin, lampion, sesajen/persembahan dan hio.Asap dari hio ternyata bikin mata sangat pedih. Saya sendiri sampai kewalahan memotret.

o




Sudah bingung Saya mau jepret apalagi, rasanya feelmotret tidak terlalu dapet, jadi saya memutuskan untuk memotret empang di sekitar sana. Empang ini jorok sekali, sampah dimana-mana. Bahkan di air yang sekotor itu ada anak kecil yang tetap mandi dan ibu-ibu yang mencuci pakaian serta peralatan makan.





Tetapi sang senja menjadikannya indah. Terimakasih Tuhan :)

Lanjut menjelang malam kami ke Vihara di Pasar Baru Tangerang, di sini ramai sekali pengunjungnya. Semua orang berdoa, membakar hio bersama keluarga, teman dan pasangan. Namun lucunya saat teman saya bertanya prosesi ini dinamakan apa, kebanyakan dari mereka tidak tahu, katanya ini sudah menjadi rutinitas saja. Malah dia beranya balik ke teman saya "bukannya kamu sendiri Tiong Hoa?" haha maklum teman saya ini china kesasar, dia sampe shock ditanya seperti itu.

Pada foto-foto di bawah ini mereka tampak serius sembahyang atau berdoa, memanjatkan harapan, membakar banyak hio. Konon itu membawa hoki. Sayang pada gambar ke-3 tampak para fakir setia menunggu uluran tangan dari mereka yang mampu. Begitu miris melihatnya, orang Indonesia asli harus meminta-minta kepada mereka suku pendatang, bahkan sempat terjadi keributan, tapi Saya tidak sempat memotret karena mata berair dan hidung sudah meler karena asap hio. *alibi*






Sampai jumpa di perjalanan ke-24. :D
Share:

0 comments :

Post a Comment